Senin, 16 November 2015

Sejarah Jurnalistik

Sejarah jurnalistik berawal pada zaman Romawi kuno sekitar 60 tahun Sebelum Masehi (SM).

Ketika itu sudah muncul media untuk pernyataan umum yang kemudian dikenal sebagai surat kabar, seperti yang kita kenal saat ini. Adapun media tersebut diberi nama Acta Senatus atau Acta Diurna Populi Romawi.

Acta Diurna Populi Romawi yang disingkat dengan Acta Diurna terbit setiap hari dan isinya memuat pengumuman dari Kaisar Roma dan berita-berita kekaisaran lainnya yang ditempel atau dipasang di pusat kota yang disebut Forum Romanum. Pada mulanya Acta Diurna ditulis diatas meja dan setiap orang yang melintasinya dapat membacanya. Mereka yang sering membaca Acta Diurna di meja itu semakin banyak jumlahnya. Orang yang tidak mendapat kesempatan membaca langsung disana ataupun tidak sempat datang ke Roma untuk mengunjungi meja itu dapat memesan kepada orang lain untuk mencatat isi beritanya. Orang yang mencatat itu disebut Actuari atau pencatat berita.
Ternyata kian hari jumlah para Actuari ini juga semakin membeludak. Untuk itu, Acta Diurna akhirnya dibacakan tiap pagi selama dua jam oleh pegawai istana. Isinya juga semakin lengkap dan beragam manyangkut antara lain berita pertukaran pejabat istana,perpindahan pegawai, kunjungan resmi pejabat, undangan kaisar, berita keluarga, upacara kerajaan, termasuk mengenai pertunjukan sirkus. Perkembangan selanjutnya ditulis dan ditempel di Forum Romanum.

Acta Diurna diterbitkan oleh Julius Caesar pada tahun 59 SM dan ternyata tetap bertahan selama empat abad sampai runtuhnya kekaisaran Roma pada tahun 476 Masehi. Di zaman kekaisaran Augustus cara penyampaian berita banyak diperbaiki, yaitu melalui cara beranting.

Para pakar menyebut masa sebelum Acta Diurma sebagai Masa Prajurnalis dan masalah Acta Diurna sebagai Masa Jurnalis.

Dalam sejarah Islam, cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada didalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon.

Di Indonesia, sejarah persuratkabaran telah berlangsung sejak zaman penjajahan. Percobaan pertama penerbitan pers pada zaman Hindia - Belanda terjadi pada pertengahan Abad ke - 17. Berita - berita dari Eropa yang sampai ke Batavia disusun oleh kantor Gubernur Jenderal Jen Pieterzoon Coen untuk selanjutnya dikirim dalam bentuk tulisan tangan antara lain ke Ambon. Berita ini bertajuk Memorie de Nouvelles (sekitar 1615) dan merupakan purwarupa surat kabar Belanda di negeri jajahannya ini. Namun demikian, berita yang masih ditulis tangan ini belum bisa disebut koran pertama yang terbit di Indonesia. Sebab, sekitar satu abad sesudah itu (abad ke - 18), muncul pula Bataviasche Noevelles yang terbit dalam bentuk koran. Koran yang terbit pertama kali pada 7 Agustus 1744 ini merupakan koran resmi pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff. Namun koran ini hanya bertahan selama sekitar dua tahun.

Referensi:

1. Willing, S. (2010). Pengertian Jurnalistik. In Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (p. 4). Jakarta: Erlangga.

2. https://www.academia.edu/8895545/Sejarah_Jurnalistik_Dunia

3. Muhtadi, A. (1999). Pengertian Serta Perkembangan Pers dan Jurnalistik. in jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktik (p.21). Ciputat; Logos Wacana Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik