Rabu, 11 Juli 2018

Bersyukur

Pola pikir saya telah dibentuk oleh lingkungan sekitar saya. Banyak faktor yang menjadikan saya seperti sekarang. Hidup serba berkecukupan dari harta orang tua membuat saya merasa lemah jika dihadapkan dengan kesukaran. Bayangkan saja, saya adalah anak tunggal, Ayah dan Ibu saya bekerja. Belum lagi banyaknya larangan yang dibuat oleh orang tua saya yang ternyata berbanding terbalik dengan aturan orang tua teman-teman saya yang lain. 

Mereka bebas bermain ke mana pun mereka mau, sedangkan saya hanya bermain di rumah, padahal saya juga perlu melatih diri untuk terbiasa bergaul dengan yang lain. Tidak perlulah saya pikir untuk bermain sampai larut malam, sampai sore pun juga sudah cukup.

Belajar, sebuah kegiatan yang paling membosankan yang pernah saya lakukan. Tak ada pembimbing yang rela mengajari saya sampai bisa. Bahkan orang tua saya pun cukup kerepotan dengan urusannya masing-masing, tak ada waktu untuk mengajari saya sampai bisa. 

Masih ingat dalam ingatan ketika SD, PR saya dikerjakan oleh Ibu saya. Ironis. Alih-alih membantu pekerjaan saya, mental manja anaknya pun dipelihara.

Membuat janji dengan teman. Saya pernah tidak menepati janji untuk bertemu dengan teman saya karena ibu saya melarang "Baru juga sembuh udah mau main aja!". Sungguh tak tega saya membatalkan untuk ke acara itu.

Pemikiran orang tua yang hanya memiliki satu anak ini memang agak menyebalkan. Terkekang dalam dunia idealistis orang tua membuat saya untuk selalu mencari celah untuk mendapatkan segarnya kebebasan di luar sana. 

Berbohong memang satu-satunya cara untuk mendapatkan yang saya inginkan saat itu karena sudah tak ada jalan demokrasi di rumahku. Pulang terlambat karena urusan organisasi kampus menjadi topik hangat yang dibahas oleh keluarga. Beruntungnya mereka masih mentolerir perihal itu dan memberikan nasihat bahwa saya tidak boleh menginap. Meski sudah dinasehati untuk tidak menginap, saya masih saja menginap.

Pada akhirnya saya pun mendapat omelan dari orang tua saya. 

Akhirnya saya sampai suatu waktu di mana saya tidak memiliki pilihan lain selain bersyukur. Ya bersyukur karena ada berkah tersembunyi walaupun di luarnya terasa "menyebalkan". Saya perlu melihat lebih dalam terhadap apa saja yang telah Tuhan berikan kepada saya selama ini selain telah menjadi sarjana. 

Kasih sayang orang tua sungguh luar biasa! Di samping perlakuan mereka terhadap anaknya yang saya anggap keliru pada zaman sekarang, mereka telah melakukan yang terbaik. Tak ketinggalan orang-orang baik yang selalu memacu untuk menjadi lebih baik lagi pun juga luar biasa.

Pemikiran saya tentang rasa syukur melebar dan memunculkan aspek baru dalam benak saya: tantangan.

Segala apa pun yang ada di dunia ini adalah tantangan. Bukan hanya sekedar tantangan bermain Mobile Legend, balap-balapan atau yang lain. Tetapi jiwa ini pun memiliki tantangannya sendiri, salah satunya adalah bersyukur, bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita.